BangkaNews.id -- Jakarta,
Sabtu 20 Maret 2021, Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum
menyampaikan penjelasan atau klarifikasi tentang beredarnya video di media
social seperti facebook, Twitter, Instagram dan youtube dengan narasi “
terbongkar pengakuan seorang jaksa yang mengaku menerima suap kasus sidang
habib risieq sihab, innalillah semakin hancur wajah hukum Indonesia ” yang
mengkaitkan dengan penjelasan Yulianto, SH, MH, selaku Kepala Sub Direktorat
Tindak Pidana Korupsi pada Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Khusus kepada media pada tahun 2016;
Terkait beredarnya video tersebut Kepala Pusat Penerangan
Hukum Kejaksaan Agung menyatakan hal hal sebagai berikut :
1.Bahwa video penangkapan seorang oknum Jaksa oleh Tim Saber
Pungli Kejaksaan Agung adalah peristiwa yang terjadi pada bulan November tahun
2016 yang lalu dan bukan merupakan pengakuan Jaksa yang menerima suap kasus
sidang Habib Rizieq Sihab ;
2.Bahwa penangkapan oknum Jaksa AF di Jawa Timur tersebut
terkait dengan pemberian suap dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi
Penjualan Tanah Kas Desa di Desa Kali Mok Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep
Jawa Timur ;
3.Bahwa pejabat yang menjelaskan penangkapan oknum Jaksa AF
pada video tersebut, adalah Bapak Yulianto, SH. MH, yang saat ini sudah
menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT);
4.Bahwa video penangkapan oknum Jaksa AF tidak ada sama
sekali kaitan dan hubungannya dengan proses sidang Muhammad Rizieq alias Habib
Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang saat ini sedang
disidangkan;
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Kepala Pusat Penerangan
Hukum Kejaksaaan Agung menegaskan bahwa informasi dalam video tersebut adalah
tidak benar atau hoax. Kami juga meminta masyarakat untuk tidak
menyebar-luaskan video tersebut serta tidak mudah percaya dan terprovokasi
dengan berita bohong atau hoax sebagaimana video yang sedang beredar saat ini;
Kami juga meminta agar masyarakat tidak membuat berita atau
video atau informasi yang tidak benar kebenarannya dan menyebar-luaskannya
kepada masyarakat melalui jaringan media sosial yang ada karena perbuatan
tersebut dapat dijerat dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik khususnya pasal 45A ayat (1) yang berbunyi “ Setiap orang, yang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara 6
(enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).”
(K.3.3.1)(red)
Komentar Anda